ALLAH YANG CEMBURU

Cemburu bisa dimiliki oleh seorang anak kecil yang menjadi bertingkah-polah tidak biasanya, saat mendapati ibunya menggendong anak lain selain dirinya. Bisa juga dimiliki oleh seorang remaja yang menjadi galau saat mendengar bahwa gebetan-nya duduk berbicara dengan orang lain selain dirinya. Bisa juga dimiliki oleh seorang siswa yang prestasinya kalah dibandingkan rekan satu timnya. Bisa juga dimiliki oleh seorang pengusaha yang kalah dalam persaingan bisnis karena ketidakmampuannya menunjukkan keunggulannya.
Pada dasarnya, cemburu bukanlah sifat dasar manusia, melainkan suatu sifat yang timbul oleh karena manusia itu merasa dirugikan sementara ada manusia lain yang diuntungkan oleh karena kerugiannya itu. Dalam contoh-contoh sederhana di atas, sifat cemburu timbul karena yang bersangkutan merasa dirugikan oleh karena sesuatu hal yang belum atau tidak dimilikinya.
Tahukah sobat Teruna, Allah kita pun cemburu? Hal ini bisa kita lihat dalam firman-Nya: “Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apa pun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku.” (Kel 20:4-5).
Perlu kita cermati bahwa Allah menjadi cemburu karena manusia berpaling dari pemujaanya terhadap Allah (baik dalam bacaan ini, maupun dalam bacaan kemudian yang menceritakan tentang keberpalingan Israel yang mendatangkan murka Allah). Allah menjadi cemburu karena kehilangan apa yang sedianya memang adalah milik-Nya. Konteks penggalan firman Tuhan di atas adalah saat bangsa Israel dekat sekali dengan illah-illah atau berhala duniawi, menawarkan kesenangan dunia, pola pikir dan pemahaman yang salah yang (ternyata) menjauhkan mereka dari Allah yang sesungguhnya, yang nyata memberikan mereka kehidupan dan pembebasan dari penindasan di Mesir.
Adakah kita di saat ini pernah membuat Allah cemburu? Adakah kita di saat ini memalingkan pemujaan kita kepada berhala duniawi? Berhala zaman sekarang tidak melulu berupa patung-patung pemujaan yang besar dan seram seperti yang digambarkan di film. Berhala zaman sekarang sudah modern, bisa berbentuk lucu, bisa kecil dan umum yang bahkan kita pun tidak sadar bahwa kita membawa berhala tersebut setiap hari dalam kehidupan kita.
Siapa di antara kita yang merasa bahwa dunia seakan berakhir, langit akan runtuh, laut akan meluap, bumi akan bergelora, saat smartphone kesayangan kita habis batere? Piring makan akan ditinggalkan, salam terhadap orangtua akan dilupakan, belaian kasih untuk adik tercinta akan tertangguhkan, hanya untuk terlebih dahulu men-charge smartphone kita yang sudah “kering-kerontang”. Atau adakah di antara kita yang menyimpan khusus “hadiah ulang tahun” dari sang gebetan, di tempat paling khusus di ruang kamar kita? Seakan bumi bergejolak, langit terbelah, dan badai meraung-raung saat hadiah itu tak sengaja terjatuh dari meja belajar dan tersembunyi di kolong ranjang. Lihatlah bagaimana kita memperlakukan barang-barang kesayangan kita dan mendahulukan barang-barang itu daripada tanggung jawab kasih kita terhadap orang-orang terdekat kita. Lihatlah bagaimana kita mendahulukan update media sosial seperti line, path, ig, facebook kita daripada membaca dan merenungkan firman Tuhan. Inilah yang membuat Allah kita cemburu. Inilah illah atau berhala yang mencuri kita yang sejatinya adalah kepunyaan Allah dari Dia, Sang Pemilik. Inilah yang membawa murka Allah atas kita.
Jadi, cemburu-nya Allah bukan karena Dia kehilangan sesuatu yang tidak dimiliki-Nya, melainkan Dia cemburu karena Dia kehilangan sesuatu yang dimiliki-Nya dan dikasihi-Nya dengan teramat sangat. Urusan selanjutnya bagi kita adalah, bagaimana supaya kita tidak membuat Allah menjadi cemburu yaitu dengan tetap berada dalam naungan kepemilikan-Nya yang Agung, tidak mendua hati saat kita diminta untuk menyatakan kasih kepada orang-orang yang kita kasihi, tidak menunda saat kita diminta untuk menyapa-Nya dalam doa pribadi kita, tidak mencari alasan saat kita dirindukan-Nya untuk mendengarkan sapaan Firman-Nya.
Indrowiyono