top of page

KESALEHAN YANG PALSU

 

Yesaya 58:1-5

1 Serukanlah kuat-kuat, janganlah tahan-tahan! Nyaringkanlah suaramu bagaikan sangkakala, beritahukanlah kepada umat-Ku pelanggaran mereka dan kepada kaum keturunan Yakub dosa mereka! 2 Memang setiap hari mereka mencari Aku dan suka untuk mengenal segala jalan-Ku. Seperti bangsa yang melakukan yang benar dan yang tidak meninggalkan hukum Allahnya mereka menanyakan Aku tentang hukum-hukum yang benar, mereka suka mendekat menghadap Allah, tanyanya: 3 “Mengapa kami berpuasa dan Engkau tidak memperhatikannya juga? Mengapa kami merendahkan diri dan Engkau tidak mengindahkannya juga? ”Sesungguhnya, pada hari puasamu engkau masih tetap mengurus urusanmu, dan kamu mendesak-desak semua buruhmu. 4 Sesungguhnya, kamu berpuasa sambil berbantah dan berkelahi serta memukul dengan tinju dengan tidak semena-mena. Dengan caramu berpuasa seperti sekarang ini suaramu tidak akan didengar di tempat tinggi. 5 Sungguh-sungguh inikah berpuasa yang Kukehendaki, dan mengadakan hari merendahkan diri, jika engkau menundukkan kepala seperti gelagah dan membentangkan kain karung dan abu sebagai lapik tidur? Sungguh-sungguh itukah yang kau sebutkan berpuasa, mengadakan hari yang berkenan pada Tuhan?

 

Pernahkah kita bertanya kepada Tuhan “Mengapa Tuhan tidak peduli pada saya, padahal saya begitu rajin beribadah dan melayani?” Pertanyaan ini seringkali muncul sebagai tindakan protes kita kepada Tuhan di dalam hidup. Namun, apa yang akan dilakukan jika Tuhan membalikkan pertanyaan dengan bertanya “Sudahkah ibadah dan pelayanan yang kamu lakukan itu untuk kemuliaan-Ku?” Apa yang akan kita jawab?

Yesaya melalui teks ini berbicara tentang perilaku keagamaan umat Israel yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Mereka mengaku diri sebagai umat Tuhan yang setiap hari beribadah dan mencari kehendak-Nya. Mereka berpuasa dan berdoa tetapi mereka tetap berperilaku jahat terhadap sesama. Mereka saling berdebat, tidak ada yang mengalah, merasa diri benar, berkelahi dan saling menyakiti. Mereka tetap mengejar kepentingan pribadi dan memperlakukan orang lain dengan tidak layak. Mereka berpuasa bukan untuk menyenangkan hati Tuhan, melainkan untuk menyombongkan diri sendiri dan menuntut berkat Tuhan. Mengira dirinya sudah benar dan merasa benar karena sudah berpuasa dan mencari hadirat Tuhan. Padahal sesungguhnya segala tingkah laku dan praktek keagamaan mereka menunjukkan perilaku mereka masih bertentangan dengan kehendak Tuhan.

Sobat Teruna, esensi dari puasa adalah untuk menguduskan diri dan mengubah kehidupan seseorang untuk merendahkan diri melakukan hal yang berkenan kepada Tuhan. Mengubah hidup artinya belajar memiliki karakter hidup sesuai kehendak Tuhan yaitu memiliki belas kasihan dan kerendahan hati dalam relasi dengan sesama dengan lingkungan. Namun, realitanya seringkali puasa hanya sekedar dijadikan sebagai sarana untuk menunjukkan kesombongan rohani seseorang kepada lingkungannya. Hari ini renungkanlah: “Sudahkah perilaku keagamaan kita berkenan kepada-Nya? Jika belum, bertobatlah agar berkat-Nya sungguh hadir!”

 

Berdoalah agar firman Tuhan hari ini menjadi berkat dalam kehidupan Sobat Teruna :

Bapa, mampukan aku untuk memiliki perilaku keagamaan yang berkenan kepada-Mu.

 

bottom of page