ALLAH, TEMPATKU BERNAUNG

Ayub 7: 11-21
11 Oleh sebab itu aku pun tidak akan menahan mulutku,aku akan berbicara dalam kesesakan jiwaku,mengeluh dalam kepedihan hatiku. 12 Apakah aku ini laut atau naga,sehingga Engkau menempatkan penjaga terhadap aku? 13 Apabila aku berpikir: Tempat tidurku akan memberi aku penghiburan,dan tempat pembaringanku akan meringankan keluh kesahku, 14 maka Engkau mengagetkan aku dengan impiandan mengejutkan aku dengan khayal, 15 sehingga aku lebih suka dicekikdan mati dari pada menanggung kesusahanku. 16 Aku jemu, aku tidak mau hidup untuk selama-lamanya.Biarkanlah aku, karena hari-hariku hanya seperti hembusan nafas saja. 17 Apakah gerangan manusia, sehingga dia Kauanggap agung,dan Kauperhatikan, 18 dan Kaudatangi setiap pagi,dan Kauuji setiap saat? 19 Bilakah Engkau mengalihkan pandangan-Mu dari padaku,dan membiarkan aku, sehingga aku sempat menelan ludahku? 20 Kalau aku berbuat dosa, apakah yang telah kulakukan terhadap Engkau,ya Penjaga manusia?Mengapa Engkau menjadikan aku sasaran-Mu,sehingga aku menjadi beban bagi diriku? 21 Dan mengapa Engkau tidak mengampuni pelanggaranku,dan tidak menghapuskan kesalahanku?Karena sekarang aku terbaring dalam debu,lalu Engkau akan mencari aku, tetapi aku tidak akan ada lagi.”
Alkitab Terjemahan Baru © 1974, Indonesian Bible Society – Lembaga Alkitab Indonesia
Seorang anak kecil sedang bermain di tepi pantai. Ia membuat rumah-rumahan dari pasir pantai. Sedikit demi sedikit rumah segera terbentuk. Ada kamar tidur, dapur, ruang makan. Bahkan ada garasi dan menara. Sebentar lagi rumah-rumahan yang lengkap segera berdiri. Tetapi ia tidak memperhatikan bahwa air pasang mulai tinggi. Benar juga, ada sekali ombak datang, dan dengan sekejap meratakan rumah-rumahan itu. Apa yang kemudian dikerjakan si anak itu? Dengan kecewa berat, ia berlari sekuat tenaga menuju ke pangkuan ibunya yang sedang duduk asik merajut renda. Anak itu duduk di pangkuan ibunya dan tak ingin pergi lagi.
Cuplikan cerita di atas menunjukkan bahwa sang ibu adalah tempat pengaduan atas rumah-rumahan yang hancur sekaligus tempat berlindung yang memberikan ketenangan dari kekecewaan bagi si anak. Hal senada yang juga terjadi dalam kehidupan Ayub. Ayub menderita dan hancur, kehilangan semua miliknya bahkan menderita karena barah yang busuk sekujur tubuhnya. Atas derita ini, para sahabat hadir untuk menasihatinya. Namun nasihat-nasihat itu berangkat dari pandangan mereka bahwa Ayub pasti melakukan kesalahan di hadapan Allah.
Kesalehan hidupnya membuat Ayub menghampiri TUHAN, mengadu dan bernaung. Ayub menyadari bahwa hanya Allah saja tempat dia berlari. Sebab hanya Allah saja yang mampu menolongnya dari derita yang sedang dia hadapi.
Sobat Teruna, sudahkah kita menjadikan Allah sebagai tempat bernaung? Akankah kita berlari kepada Allah ketika kita berjumpa dengan situasi yang sulit? Allah satu-satunya tempat bernaung dan meminta pertolongan. Hampirilah Dia!
Berdoalah agar firman Tuhan hari ini menjadi berkat dalam kehidupan Sobat Teruna :
Ya Tuhan Yesus, ingatkan aku untuk berlari dan bernaung kepada-Mu, ketika aku berjumpa dengan berbagai penderitaan.