top of page

MERDEKA DAN SETARA


 

Kisah Para Rasul 15 : 13 - 21

13 Setelah Paulus dan Barnabas selesai berbicara, berkatalah Yakobus: ”Hai saudara-saudara, dengarkanlah aku: 14 Simon telah menceriterakan, bahwa sejak semula Allah menunjukkan rahmat-Nya kepada bangsa-bangsa lain, yaitu dengan memilih suatu umat dari antara mereka bagi nama-Nya. 15 Hal itu sesuai dengan ucapan-ucapan para nabi seperti yang tertulis: 16 Kemudian Aku akan kembalidan membangunkan kembali pondok Daud yang telah roboh,dan reruntuhannya akan Kubangun kembalidan akan Kuteguhkan, 17 supaya semua orang lain mencari Tuhandan segala bangsa yang tidak mengenal Allah, yang Kusebut milik-Kudemikianlah firman Tuhan yang melakukan semuanya ini, 18 yang telah diketahui dari sejak semula. 19 Sebab itu aku berpendapat, bahwa kita tidak boleh menimbulkan kesulitan bagi mereka dari bangsa-bangsa lain yang berbalik kepada Allah, 20 tetapi kita harus menulis surat kepada mereka, supaya mereka menjauhkan diri dari makanan yang telah dicemarkan berhala-berhala, dari percabulan, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari darah. 21 Sebab sejak zaman dahulu hukum Musa diberitakan di tiap-tiap kota, dan sampai sekarang hukum itu dibacakan tiap-tiap hari Sabat di rumah-rumah ibadat.”

Alkitab Terjemahan Baru © 1974, Indonesian Bible Society – Lembaga Alkitab Indonesia

 

Sejarah mencatat dua orang yang berjasa bagi kemerdekaan Indonesia. Pertama, Eduard Douwes Dekker atau Multatuli. Ia menulis novel berjudul “Max Havelaar” pada tahun 1860 untuk memprotes orang-orang Belanda yang menyengsarakan rakyat Indonesia. Kedua, Ernest Douwes Dekker atau Danudirja Setia Budi. Ia bersama Cipto Mangunkusumo dan Ki Hajar Dewantara disebut Tiga Serangkai. Melalui Partai Hindia yang didirikan, mereka membangun semangat patriotisme bangsa Indonesia dalam meraih kemerdekaan. Duo Douwes Dekker tersebut dianggap pembelot oleh bangsanya. Bagi orang Belanda pada umumnya di masa itu, orang Indonesia dianggap lebih rendah derajatnya daripada mereka.


Pandangan yang sama terjadi di kalangan orang Farisi. Bagi orang Farisi, bangsa bukan Yahudi tidak setara dengan mereka, yang bangsa Yahudi. Orang non Yahudi dianggap pendosa dan tidak layak menerima keselamatan dari Allah. Kalau pun orang non-Yahudi telah menjadi Kristen, mereka harus “diyahudikan” dulu dengan memenuhi tuntutan Hukum Taurat. Setelah itu baru mereka dianggap pantas menerima berkat keselamatan. Terhadap persoalan ini, Paulus dan Barnabas dengan keras menentangnya. Mereka berdua pergi ke Yerusalem dan bersidang guna membahasnya. Dalam sidang, Petrus menegaskan bahwa keselamatan itu dialami seseorang karena kasih karunia Tuhan Yesus Kristus dan bukan karena melaksanakan Hukum Taurat. Lalu Paulus dan Barnabas melanjutkan dengan kesaksian bahwa Tuhan pun mengaruniakan tanda dan mujizat melalui bangsa bukan Yahudi, sehingga Kabar Keselamatan semakin meluas ke semua golongan.


Marilah kita melihat orang lain secara setara. Kita tidak boleh merasa tinggi hati, lalu mendiskreditkan orang lain. Siapa pun layak menerima keselamatan dari Allah. Kita diutus Tuhan Yesus untuk menyampaikan kabar keselamatan itu kepada semua orang. Apakah Sobat Teruna bersedia?


 

Berdoalah agar firman Tuhan hari ini bisa berakar, tumbuh dan berbuah dalam kehidupan Sobat Teruna :

Tuhan, utuslah aku untuk mengabarkan keselamatan dari-Mu dengan memandang orang lain secara setara dan tanpa membatasi kasih karunia-Mu bagi mereka.

bottom of page